Sabtu, 26 Juni 2010

Coklat (Kakao)

Karakteristik Coklat dan Pengaruhnya terhadap Pola Pertumbuhan Mikroba


Kakao (Theobroma cacao L) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan, dari biji tanaman ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai coklat. Biji buah kakao yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut coklat bubuk. Coklat ini dipakai sebagai bahan untuk membuat makanan dan minuman. Buah kakao tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak. Kakao merupakan tanaman perkebunan berupa pohon yang dikenal di Indonesia sejak tahun 1560, namun baru menjadi komoditas yang penting sejak tahun 1951.

Apabila dibelah, buah kakao akan tampak mempunyai bagian-bagian yaitu OPW (Outer Pod Wall) merupakan bagian kulit terluar dari kakao, IPW (Inner Pod Wall) merupakan bagian kulit lapisan kedua yang berada dalam buah, Pu (pulp)merupakan daging buah dari kakao, B (Beans) biji kakao, dan Pl (Plasenta) bagian tengah dari kakao.

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik yang sangat berpengaruh dalam penilaian kualitas coklat sebagai bahan baku pangan olahan. Sebelum memasuki tahapan proses, biji coklat segar biasanya langsung dijemur. Tentunya dengan tujuan untuk meningkatkan mutu bahan baku. Menurut Pawirosoemardjo (1992) kadar air yang paling baik berkisar antara 6–7%. Daya tahan biji coklat tergantung oleh nilai kadar ini karena bila terlalu rendah kadar airnya maka akan membuat biji menjadi rapuh sedangkan bila kadar air terlalu tinggi maka akan sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Bila biji berada di luar kisaran nilai kadar air tersebut maka akan menimbulkan efek buruk pada cita rasa dan aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya.

Ditinjau dari karakteristik produk dan proses pengolahannya dengan teknik fermentasi memungkinkan banyak mikroba yang mudah tumbuh pada tanaman coklat (Theobrema cacao). Tentu saja ada mikroba yang menguntungkan diantaranya pertumbuhan khamir pada saat fermentasi Saccharomyces cerevisiae, Candida rugosa dan Kluyveromyces marxianus. Selain menghasilkan alkohol juga menghidrolisis pektin yang menutupi biji. Serta juga ada yang merugikan diantaranya jamur,bakteri,kapang dan cendawan. Bacillus dan kapang (Aspergillus, Penicillium, dan Mucor) yang menghidrolisis lipid dalam biji dan menghasilkan asam lemak rantai pendek. pH menjadi sekitar 7 dan tumbuhlah Pseudomonas, Enterobacter atau Escherichia coli yang menghasilkan bau dan rasa tidak enak. Mikroba ini biasanya tumbuh pada saat proses fermentasi lanjut serta menghasilkan bau yang tidak diharapkan.

Bakteri, kapang, khamir yang tidak diharapkan yang mengontaminasi kakao tersebut berasal dari penanganan pascapanen yang kurang tepat sehingga menghasilkan kotoran seperti biji dempet, pipih, pecah, plasenta dan serpihan buah. Banyak petani dan pedagang pengumpul membiarkan batu, kotoran dan benda asing lainnya yang dicampurkan untuk menambah berat sehingga dapat mengurangi kualitas yaitu timbulnya mikroorganisme pencemar dari kototan yang terbawa pada kakao.


Fermentasi

Pengolahan coklat pada dasarnya menggunakan Teknik Fermentasi. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa, dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi. Perubahan biokimia selama fermentasi dilakukan oleh mikroorganisme. Pada 24 jam pertama enzim akan menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Mikrobia tumbuh pada gula ini dan suhu akan naik menjadi 4-500 C dan terjadilah perubahan warna pada biji kakao.

Pertumbuhan mikroba saat proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu kandungan bahan dalam biji kakao seperti gula, protein, lemak yag digunakan sebagai wahana hidup bakteri. Bakteri yang hidup di sini tidak hanya yang mengubah mutu produk menjadi baik saja, akan tetapi ada yang merugikan contohnya Salmonella. Tangan pekerja, alat, dan tanah yang tercemar adalah sumber utama penyebaran bakteri ini di produk kakao (Da Silva do Nascimento. et al., 2009). Selain itu, teknik pemrosesan fisik juga mempunyai andil dalam pertumbuhan mikroba. Menurut BPTP Lampung (2008) pembelahan buah yang tidak tepat dapat merusak biji yang juga memudahkan jamur untuk tumbuh. Tingkat jamur yang tinggi menyebabkan kualitas lemak dan cita rasa berkurang. Faktor dalam seperti kadar air juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan bakteri. Terdapat 40 – 50% kadar air pada biji kakao basah dan harus dikurangi sampai 8% atau lebih karena kadar air yang tinggi dapat menyebabkan tumbuhnya jamur.

Beberapa aspek penting untuk kesempurnaan proses fermentasi pada kakao adalah berat biji yang akan difermentasi, pengadukan, lama fermentasi serta rancangan kotak fermentasinya. Fermentasi dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti fermentasi tumpukan, fermentasi dalam keranjang, dan fermentasi dalam kotak. Pemilihan metodenya tergantung pada kemudahan penerapan dan memperoleh wadah fermentasi, serta ketersediaan tenaga kerja.

Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang (nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung (Suryani, 2007). Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah.

Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu fermentasi anaerob dan fermentasi aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah. Adapun mikroba yang biasa dimanfaatkan dalam proses fermentasi kakao ialah Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus lactis,dan Acetobacter aceti.

Selain itu, selama fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa (asam amino, peptida dan gula pereduksi) membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard (reaksi pencoklatan non-enzimatis) selama penyangraian.


Kerusakan pada Coklat Akibat Mikroorganisme

Pada biji kakao, beberapa jenis mikroba yang sering teridentifikasi menjadi dekomposan biji kakao selama proses fermentasi adalah Aerobacter spp dan Pseudomonas spp yang dapat terdeteksi pada pH diatas 5 (Gabis 1970; Lund 2000). Selain dari jenis bakteri, mikroba pembusuk lainnya adalah kapang yang dapat tumbuh pada permukaan biji kakao, antara lain adalah Aspergillus niger, Aspergillus flavus, Penicillium dan Mucor (Case 2005). Jenis mikroba tersebut mendekomposisi lemak menjadi asam lemak.

Dalam genera Aspergillus, tiga spesies yang merupakan perhatian utama bagi kesehatan masyarakat adalah A. flavus, A. parasiticus, dan A.ochraceus (Cotty, 1997; Moss, 2002). Ketiganya menghasilkan mikotoksin yang dapat menyebabkan kanker serta mampu bertahan pada berbagai kondisi pengolahan termasuk penggunaan panas (Hocking et al, 1997; Pitt dan Hocking, 1997). ICMSF (2005) menyebutkan bahwa Aspergillus flavus dan A. parasiticuset al (2003) dan ICMSF (2005) menyebutkan bahwa tidak semua A. flavus mampu menghasilkan mikotoksin, tetapi semua varietas maupun subspesies dari A. parasiticus dipastikan memproduksi aflatoksin. Dari genera Penicillium, sekalipun membutuhkan konfirmasi lebih lanjut, diduga spesies yang tumbuh adalah P. citrinum. Blackburn (2006) menyebutkan keberadaan spesies ini pada hampir semua jenis bahan pangan yang diisolasi. Penicillium juga merupakan jamur yang memproduksi toksin. Keberadaan Penicillium dalam produk seperti kopi dan kakao pada umumnya dideteksi dari kandungan toksin, sekalipun kontaminasi oleh genera ini tidak tampak (Hocking et al, 1997). Mekanisme kontaminasi genera ini diduga dikarenakan kandungan kadar air yang masih cukup tinggi (>8%) dan lambatnya waktu pengeringan produk selama dijemur di bawah sinar matahari. memiliki kemampuan invasif, atau menyerang biji secara sistemik, bukan hanya dari kontaminasi pengolahan pasca panen. Batista

Keberadaan kapang Saccharomyces, Hanseniaspora, dan Issatchenkia dikonfirmasi dalam banyak literatur (Galvez, 2006; Ardhana dan Fleet, 2003; Schwan dan Wheals, 2004). Genus yang pertama disebutkan berperan dalam proses konversi sukrosa, glukosa, dan fruktosa pada pulp menjadi etanol, serta menyediakan alkohol untuk dimanfaatkan oleh bakteri asam asetat, sedangkan keberadaan Salmonella pada biji kakao maupun produk olahannya menyebabkan penyakit salmonellosis yang berdampak pada kerugian secara ekonomi di banyak negara (Craven et al 1975; IOCCC 1991; Todd 1985; Torres Vitela 1995).

Secara visual akan tampak kadar air yang tidak normal pada biji dan tergantung keadaan ruang kamar tempat penyimpanan coklat yang memungkinan biji menjadi lebih lembap atau basah dan berkapang. Bila Relative Humidity (RH) ruangan tinggi maka kadar air biji akan meningkat dan berkolerasi dengan peningkatan Aw. Pada tingkat Aw tertentu dapat menunjang pertumbuhan mikroba seperti kapang. Walaupun begitu, biji yang di letakan pada Relative Humidity (RH) rendah tak luput juga dari ancaman serangga pemakan biji coklat.


Toksisitas Mikroba Patogen pada Cokelat

Pada tanaman cokelat (Theobrema cacao L) banyak sekali variasi mikroba patogen baik yang mengontaminasi bahan baik pada saat mentah maupun setelah menjadi produk olahannya. Kontaminasi pada bahan pangan kakao ini dapat berupa infeksi maupun intoksifikasi.

Menurut Rubiyo dkk, ada dua intoksifikasi pangan utama yang disebabkan oleh bakteri pada cokelat. Pertama adalah intoksikasi botulinum yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan Clostridium botulinum. Meskipun terindikasi menyerang coklat, jenis intoksifikasi ini jarang terjadi pada tanaman cokelat maupun pada produk olahannya karena mikroba ini lazimnya muncul pada makanan kaleng dan yang kedua adalah intoksikasi stapilokoki, disebabkan oleh toksin yang dihasilkan Staphylococcus aureus. Intosifikasi terjadi karena terkonsumsinya toksin ekstraseluler yang dihasilkan mikroba tersebut dan dampak yang ditimbulkan relatif cepat. Selain dari kedua jenis mikroba tersebut ada jenis mikroba lain yaitu Clostridium perfringens dan Bacillus cereus ang juga mampu menghasilkan toksin. Akan tetapi, untuk menimbulkan keracunan, sejumlah besar sel hidup harus terkonsumsi. Kapang juga menjadi salah satu kelompok patogen yang banyak menyerang coklat diantaranya adalah Cladosporium spp, Penicillium, Fusarium dan Alternaria adalah kapang penghasil mikotoksin Alimentary toxic aleukia.

Salmonella juga mempunyai andil besar pada foodborne illness oleh coklat. Coklat adalah satu makanan yang baik untuk pertumbuhan Salmonella. Salmonella yang masuk ke dalam tubuh akan membentuk koloni dan menggunakan fimbrie dan dapat menginvasi ke dalam tubuh menggunakan enzim atau toksin. Salmonella tergolong lambat dalam menginfeksi tubuh inangnya. Infeksi karena Salmonella ini dikenal dengan sebutan salmonellosis. Selain dengan cara infeksi, salmonella juga mampu melakukan intoksifikasi pada coklat dengan cara enterotoksin dan sitotoksin di dalam saluran pencernaan.

Bakteri patogen akan mempunyai dampak buruk bagi kesehatan jika sampai terkonsumsi, bahkan pada tingkat yang lebih tinggi dapat menyebabkan kematian. Clostridium botulinum pada intoksifikasi akan menghasilkan toksin botulin yang sangat berbahaya. Apabila coklat yang mengandung toksin botulin termakan, maka akan menimbulkan gejala-gejala seperti gangguan pada system saraf seperti penglihatan berbayang, mata mengantuk, dan susah bernafas. Gejala tersebut baru akan timbul setelah 4-72 jam. Apabila tidak segera tertangani akan menyebabkan kematian.

Sedangkan Staphylococus aureus pada produk coklat akan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan kesehatan terganggu. Gangguan itu dapat dalam bentuk muntah-muntah, diare, dan kram pada perut yang dapat berlangsung 1-2 hari. Toksin yang dihasilkan Staphylococus aureus biasanya tidak berakibat fatal. Sedangkan pada Clostridium pefringens gangguan kesehatan serta masa inkubasinya tidak jauh bebbeda dengan gejala yang ditimbulkan oleh Staphylococus aureus. Mikroba ini mengkolonisasi mukosa dalam saluran pencernaan dan menyebabkan diare kronis.

Pada jenis kapang-kapangan yang menyerang coklat, juga menyebabkan masalah kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh manusia. Kapang menghasilkan Alimentary toxic aleukia menjadi penyebab kerusakan hati saat fase pertumbuhannya.

Untuk Salmonella, yang paling sering menyebabkan masalah kesehatan saat mengkonsumsi coklat akan mengalami masa inkubasi sekitar 6-48 jam. Selanjutnya akan menimbulkan gangguan kesehatan seperti demam, pusing, kram perut, diare, dan muntah-muntah selama 2-7 hari.


Pengendalian Mikroba Patogen

Kontaminasi mikroba pada bahan pangan dapat dihindari dengan menjaga sanitasi pabrik dan gudang penyimpanan. Proses penyimpanan juga perlu diperhatikan agar kondisi penyimpanan tidak mendorong terjadinya kontaminasi baik oleh kapang (kelembapan maupun germinasi. Bahan pangan yang telah terkontaminasi oleh mikroba dapat diperi perlakuan tertentu guna mereduksi jumlah mikroba yang terkandung didalamnya. Reduksi jumlah mikroba dilakukan dengan cara menjaga sanitasi, perlakuan panas, perlakuan dingin, iradiasi, pengendalian atmosfir (pada penyimpanan), control secara biologis, kimiawi dan integrasi. Cara lain mengurangi jumlah mikroba pada tanaman kakao adalah dengan mencuci biji kakao setengah bersih untuk membuang spora-spora bakteri dan jamur yang berada di permukaan. Pencucian setengah bersih akan mereduksi jumlah mikroorganisme sampai pada jumlah yang dianggap masih cukup untuk membantu pembentukan aroma selama proses pengeringan.

Kontaminasi akibat kandungan air dan aktivitas air dapat dihindari dengan kondisi penyimpanan sebagai berikut;

  1. Penyimpanan biji kakao kering dapat dilakukan pada ruangan yang mempunyai kondisi kelembaban relatif 60 sampai 75% dan suhu ruangan antara 25 sampai 35 oC.

  2. Pada suhu ruang 25 oC, RH harus dibawah 70%, sedang pada suhu ruang 30 oC, RH yang cocok adalah 70-72%, dan pada suhu ruang 35 oC, RH yang cocok adalah 72 - 75%.

Cara yang paling sesuai untuk mereduksi jumlah mikroba tersebut, yang biasanya terkonsentrasi pada permukaan kokoa adalah dengan pemanasan, salah satunya yaitu proses debakterisasi Buler. Proses debakterisasi Buhler berfokus pada perlakuan keseluruhan dari biji, yaitu mengekspos bahan secara langsung terhadapsuhu yang sangat tinggi dan kerja uap. Biasanya biji kokoa yang baru masuk pabrik akan dipanggang pada suhu 121°C. pemanggan ini akan membunuh mikroba meskipun Bacillus masih mungkin selamat dari proses pemanggangan ini. Panas dan kelembapan member keuntungan kepada suksesnya proses roasting. Sterilisasi komersial dapat dilakukan pada campuran bahan coklat sebelum dicetak. Sterilisasi ini bertujuan untuk membunuh mikroba pathogen yang mungkin mengkontaminasi produk.

Beberapa bahan pengawet yang dapat digunakan dalam proses pengolahan coklat antara lain asam sorbet 0.1 – 0.2%, asam asetat 0.05-0.1%, namun bahan tersebut dapat membuat produk coklat menjadi asam. Oleh karena itu, dapat juga digunakan sulfur dioksida atau asam benzoate sebagai pengawet. Namun pada kenyataannya dalam proses perishable food, selain itu dalam coklat terdapat senyawa flanoid berupa epikatekin dan senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan yang mencegah ketengikan oksidatif akibat oksidasi lemak.

Produk coklat memang tidak umum untuk dikalengkan, namun cara yang dilakukan pada pengalengan produk coklat yang pertama adalah sterilisasi terlebih dahulu terhadap kaleng yang akan digunakan. Selanjutnya di dalam kaleng tersebut dilapisi oleh sejenis plastic agar produk coklat tersebut tidak mengalami kontak langsung dengan kaleng. Proses pengalengan ini harus dilakukan di ruangan aseptic agar tidak terjadi kontaminasi oleh mikroba.

Produk coklat dari hasil pengalengan ini tidak mengalami perubahan bentuk. Karena coklat yang dikalengkan sudah dalam keadaan siap konsumsi. Artinya proses pengalengan produk coklat hanya berfungsi sebagai packaging dan tentunya aman untuk dikonsumsi. Metode yang paling efektif digunakan untuk mengukur jumlah mikroba pada cokelat ialah metode MPN. Menurut Konkel (2001) metode ini mempunyai beberapa keunggulan antara lain aplikasinya yang mudah dan cukup akurat.


Analisis Mikroba pada Cokelat

Metode yang paling efektif digunakan untuk mengukur jumlah mikroba pada coklat adalah MPN, karena aplikasinya relatif lebih mudah dan cukup akurat. Berikut ini prosedur untuk identifikasi Salmonella pada produk coklat; prosedur untuk mikroba lain tidak jauh berbeda:

  • Sebelum pengujian, baik identifikasi maupun kuantitasi, dilakukan pengambilan sampel (sampling). Sampling diharapkan memenuhi tiga kriteria yaitu sensitif, ekonomis, dan aplikatif (Pawsey 2000).

  • Setelah sampel didapatkan, tahap selanjutnya ialah sample preparation. Pada tahap ini sampel coklat dijaga pada kondisi yang sama dengan kondisi konsumsi. Penanganan khusus harus diperhatikan agar mikroorganisme tidak mati akibat perlakuan terhadap sampel coklat. Penyimpanan terlalu lama perlu dihindarkan karena terjadi reduksi jumlah mikroba. Bakteri gram negatif misalnya Salmonella cukup karena akan mengalami reduksi selama penyimpanan. Mengingat bahwa prosedur identifikasi dan kuantitasi Salmonella yang merupakan patogen utama pada produk cokelat sangat lama dan kompleks, penanganan khusus perlu diperhatikan.

  • Tahap awal dari sample preparation adalah blending. Waktu blending bervariasi tergantung jenis pangannya. Namun umumnya berkisar 1-3 menit (Defigueredo, M.P. dan D.F. Splittoesser. 1976). Adapun tujuan blending adalah untuk memisahkan antara mikroba dari sampel pangan tanpa melukai mikroba tersebut.

  • Prosedur selanjutnya ialah pre-enrichment. Prosedur ini bertujuan untuk membantu memulihkan cedera Salmonella sehingga cukup banyak koloni yang dapat diinokulasikan ke dalam media selektif. Lactose broth merupakan media paling umum yang digunakan. Seleksi enrichment dilakukan unuk menghambat mikroba competitor. Dalam analisis sampel cokelat biasanya digunakan media berupa tetrathionate dan selenit cystine broth.

  • Langkah selanjutnya ialah plating untuk mendapatkan biakan murni Salmonella. Mario P Defigueiredo dan Don F. Splittstoesser (1976) menyarankan penggunaan Hoktoen agar, brilliant green, S-S, bismuth sulfite dan XLD. Sementara FDA menyarankan penggunaan bismuth sulfie, S-S, dan brilliant agar.

3 komentar:

  1. selamat siang, pak boleh minta isi artikel iniyang lengkapnya? untuk keperluan penelitian saya. terima kasih

    BalasHapus
  2. Bos kalo berat biji kakao 1kg basah
    Berat keringnya berapa

    BalasHapus
    Balasan
    1. tidak bisa ditentukan, karena proses fermentasi dan pengeringan sangat berpengaruh. kemarin saya fermentasi 2 kg biji basah, biji kering setelah pencucian dan pengeringannya sekitar 0,7 kg. itupun ada juga yg di bawah 0,7 kg.

      Hapus

silakan berkomentar,,